Share !

Pintu dan 2 pilihan?


  
Sedang menunggu apa aku ini? Sebentar melirik waktu, sebentar lagi melirik ke arah pintu. Sudah 2 menit terakhir sebelum kelas dimulai rupanya. Di ujung pintu kelas yang selalu kupandangi, tapi mengapa belum muncul juga. Tidak ada satupun tanda tanda hari ini akan menyenangkan bagiku. Rasanya kecewa sekali datang ke tempat ini. Padahal sebuah lagu yang mungkin tak terlalu disukainya sudah dipersiapkan sejak pagi buta saat orang yang pertama datang di kelas adalah aku. Beberapa orang mungkin sibuk dengan urusannya di pagi hari saat semua orang berkumpul dalam meja-meja forum diskusi membahas apa yang tak mereka selesaikan di malam harinya. Mereka yang melihatku santai-santai saja dan asyik dengan gitarku tak tahu persis bahwa sebenarnya rasa resah ini merawuti seiring irama lagu mengalir di alunan kelas sambil menunggu bel berbunyi. Menit berakhir, dan aku masih saja memandangi pintu kosong itu, sampai bel dibunyikanpun wanita itu tidak juga datang, cukup kecewa untuk membuat mukaku muram. Rasanya menyesal sekali untuk setiap menit di jam jam datar ini saat bangku yang biasanya di isi dengan wajah-wajah manis, kini di isi dengan kekosongan. Bahkan saat pintu kelas mulai ditutup, aku masih saja berharap ada seseorang membukanya kembali dan membuat keajaiban untukku, tapi sama saja.. pintu itu sudah tertutup rapat-rapat dengan ‘ganjilan kertas’. Ayolah datang, tolong datang untukku! Terus berkata seperti itu dalam hati. Apakah Ia benar benar tak datang hari ini? Aku masih ingat benar kemarin Ia menyapaku di anak tangga itu dan tersenyum untukku, bodohnya aku tak banyak berkata. Kini aku mulai merindukannya, dan aku sungguh kehilangannya. Sepulang sekolah itu juga, aku masih teringat dengan adegan nekadku menghampirinya, dan lagi-lagi berkata kosong, jelas saja ya! Karna sungguh yang sebenarnya ingin ku katakan ada lebih dari berjuta kata dengan 3 kata mewakilinya, ini bisa sangat berbahaya untuk diucapkan langsung, apa kau sanggup mengatakannya? Belum! Sungguh benar benar kacau saat suasana kelas berubah jadi kelam dan suhu AC mulai menambah dingin suasana, ya aku masih saja memandangi pintu itu dengan dua tangan menutup wajah agar sedikit menghangat. Tapi nihil. Ada apa? Kelas sudah berjalan beberapa menit.. di pojok itu mulai terlihat beberapa orang masuk dan mendobrak pintu. Itu mungkin ada dia. Kepalaku sedikit terangkat dan grasah-grusuh. Yah, mungkin ini ceritanya akan jadi seperti yang sering diceritakan di cerita-cerita lain, dan bayanganku endingnya akan jadi suram karna wanita itu tak akan pernah datang lagi untuk tokoh utamanya. Yak, fikirku ini akan sama dengan cerita ini, benar benar kecewa dengan kepala merunduk ke arah lantai. Sudahlah ...

            “gak datang juga?”
            “terlambat mungkin Ray, masih di jalan”
            “gerbangnya pasti udah ditutup”
            (seseorang membuka pintu... dan itu dia wanita itu. Ia yang terakhir)

Gembira setengah mati! Rambutnya berkibar di depan pintu itu tapi aku hanya senyum-senyum saja, ya mungkin sedikit menggebuk-gebuk meja. Sekarang, sejak wanita itu masuk dari pintu yang tertutup sampai Ia duduk di kursinya, aku mulai bisa tersenyum lagi. Bahkan senyumku ini tak akan ada habisnya saat dengan kagum memandangi wajahnya yang indah. Sungguh momen-momen dramatis dari tak enaknya menunggu. Apalagi menunggu yang tak pasti.

Sekarang kelas kembali stabil dengan warna warna yang beragam saat senyumnya mulai menghiasi visual ini, yak meskipun itu pasti bukan untukku. Bahkan aku tak mau kehilangan seperdetikpun untuk melihat Ia tersenyum. Terkadang aku terpana saat Ia mulai sedikit memperlihatkan gesture kepalanya saat berbicara dengan teman sebangkunya. Bla bla bla bla, Ia ahli berekspresi! Wanita itu mungkin tak pernah tahu bahwa selalu ada mata-mata yang memperhatikannya dari balik kepala-kepala orang. Untuk apa mata-mata itu? Mata-mata yang selalu terkagum-kagum oleh dirinya, mungkin dalam arti lain bukan kagum artinya, melainkan ada rasa sayang di dalamnya. Mata mata itu rindu akan senyum senyumnya, Ia sungguh takut kehilangannya. Sialnya, aku memang tak banyak berkata dengannya, karena sekalinya berkata mungkin akan ada satu orang yang tersakiti. Seseorang dari tengah kelas, biasa dengan rutinitasnya ...

            “kodok apa yang di pinggir jalan?”
            “mmm, kodok kurang kerjaan!”
            “salah, kodok pengangguran”
            “itu sama aja!”
            (mereka tertawa, ya aku juga.. tipis sekali, setipis catatan kimiaku)

Siapa yang tak tahu Ia? Pria yang berbeda sendiri di komunitas ini, siapa juga yang tak tahu Ia dan hubungannya dengan wanita itu. Kurasa semua orang mulai mengerti sekarang. Tugasku adalah mulai melatih diri ini untuk menahan emosi, mungkin diam itu lebih terlihat dewasa meskipun berat, walau mungkin jadinya akan seperti anak ayam yang kedinginan. Mungkin fase panjang dan tak enak untuk dilalui ini adalah saat pria itu benar benar sedang menggoda wanita-ku atau bukan wanitanya siapa-siapa, dan kemudian aku kembali.. yak kembali muram, dengan wajah yang berseri-seri tapi sebenarnya sangat kusam. Jika seperti ini aku akan izin untuk ke bawah dan sedikit membasuh muka. Akan ku lempar jauh jauh wajah muram ini, aku akan berjalan lambat saat kembali ke kelas untuk menstabilkan ritme emosi. Saat kembali ke kelas bila beruntung aku akan melihat suasana jernih kembali seperti awal. Yak, tapi bila tidak mungkin aku harus turun lagi untuk kedua kalinya atau mungkin bisa tiga kali atau lebih.

Kejadian dramatis menunggunya datang di kelas mungkin sering ku alami, tapi aku tak pernah kehilangan feel-nya. Di sana ada saat dimana jantungmu berdetak kencang lalu kau akan susah untuk bernafas karena tertahan sesuatu, saat pasrah nafas itu keluar dengan sendirinya. Kau juga akan mengalami grafik ekspresimu yang naik turun saat dari pagi buta kau datang dan menunggunya di kelas sampai wanita itu mendobrak pintu dan mengibaskan rambutnya, ya wajahmu akan labil ekspresinya karena tak tentu bentuknya gimana, terkadang membentuk U lebar dan terkadang bisa sampai terbalik. Cara lain? Ya aku menunggunya di anak tangga itu, memfokuskan ke arah gerbang dan bersandar di pinggirnya, ku buat sebagaimana aku menunggu tetapi tetap dengan keadaan relaks. Saat teman teman lain datang? Ya, aku berpura pura sedang bersantai dan tak sedang menunggu apa-apa, ya kami membicarakan sesuatu. Terkadang jika tidak ada bahan mereka lalu membuat topik yang agak ngawur, seperti membuat lelucon ‘doraemon’ di kelas. Saat wanita itu tak kunjung datang juga maka aku akan turun dan tergesa-gesa ke arah tempat wudhu untuk membasuh wajah, tapi wanita itu mengejutkanku lagi. Ia tersenyum padaku. Seperti biasa, pasti efek-efek itu muncul dari setiap aku berpapasan dengannya dan saat dirinya tersenyum hanya untukku. Rasanya tak apa bila tiap hari aku terkejut asalkan karena senyumnya.

Aku benar benar menduga rasa ini sekarang adalah rasa cinta. Ya, aku benar benar jatuh cinta. Tapi sekarang apa yang bisa aku lakukan, aku tak banyak bisa mengambil langkah, apalagi untuk terlalu jauh. Toh aku juga harus salahkan siapa saat rasa ini tiba-tiba hadir, hadir di tengah-tengah kehidupanku yang mungkin sebelumnya bisa sangat datar. Apa aku harus salahkan semua orang termasuk laki-laki itu yang semula berkata ‘ya’ padaku lalu Ia bilang ingin kembali padanya di saat aku mulai merasa ingin menyayangi wanita itu? Ya, ini aku. Aku yang telah menusuknya dari belakang. Coba kau tanyakan ini salah siapa, yak! Tanyakanlah kepada Tuhan yang memberikan rasa ini, coba saja. Terkadang di saat aku merenungkan ini di malam malam itu, aku mulai berfikir ini semua adalah salah laki-laki itu, mengapa Ia berikan aku ruang? Mengapa? Apa karena Ia punya dua hati di dalam dadanya dan mencintai dua orang atau lebih? Apa Ia hanya ingin membuat hati seorang teman hancur? Yak, kurasa pernyataan ini bijak sekali. Aku harus mengambil pilihan, aku harus memilih jalan yang dari hati ini berkata ‘benar’. Ambilah kata-kata ini sebagai kata-katanya lelaki Ray, jangan tarik apa yang telah kau ucapkan. Jika kau yakin teruskanlah, jika kau ragu jauh-jauhlah dari hidupnya, sayangnya aku memang tak akan pernah bisa mundur dari jalan yang terkait ruang dan waktu ini, ya mereka terus berjalan, bukan? Aku yakin cinta itu ada. Aku yakin Tuhan punya maksud tersendiri. Aku yakin Tuhan akan menunjukan yang sebenarnya. Karena aku tahu Dia-lah yang Maha tahu yang terbaik. Sekarang yang harus ku lakukan adalah terus berjalan sambil menunggu keajaiban datang di tengah perjalananku, sampai aku benar benar menemukan apa yang benar benar aku cari. Aku cari di setiap pagi di balik pintu itu, itulah pilihanku.

0 komentar:

Visitor Hit